Senin, 30 Januari 2012

Optimis, Jiwa Muda!


"Find a way to wake her up, if just you can wake her up.."



Pernahkah kamu bermimpi tentang negeri yang indah?
Negeri di mana setiap penghuninya tidak mengeluh tentang pemimpinnya, tidak menyalahkan setan atas kesalahannya, dan tidak berpura-pura lemah agar dibela.

Negeri ini sakit. Sakit raganya. Sakit jiwanya.
Di sini ada yang berbuat jahat, di sini ada yang menutupi kejahatan, di sini ada yang membela kejahatan.
Di mana yang berbuat baik? Orang-orang sudah malu berbuat baik. Karna katanya orang yang berbuat baik akan masuk surga, takut dianggap mencoba menyuap Sang penjaga gerbang surga.
Mereka malu ketahuan ingin masuk surga. Malu, karna surga sudah dikapling-kapling oleh pengembang.
Blok ini untuk keluarga pohon, blok itu untuk keluarga kambing, blok anu untuk keluarga bintang, dan seterusnya.
Masa kan orang baik mau berebut dengan pengembang? Malu Dong!

Di sana, ada yang berbuat jahat, ada yang dengan bangga mempertontonkan kejahatannya, membanggakan, dan memberi nilai.
Apakah yang dapat dinilai dari kekejaman manusia memangsa manusia? Itu kuno!
Bahkan sejak generasi kedua, manusia toh sudah saling bunuh saudara, karena dengki.
Kalau sekarang setelah jadi bermilyar-milyar masih begini?
Apakah yang perlu dibanggakan?
Kuno! Tidak Berkembang!

Di tempat lain lagi, ada yang katanya cinta negerinya, bermulut pedas, berwajah masam, berlaku barbar, melukai dan menghancurkan apa-apa yang ada di negerinya.
Mereka bilang putus asa, tak tau lagi harus bagaimana memerangi kebathilan.
Kenapa juga harus putus asa? Jika kebathilan bisa dihilangkan dari dunia ini, ah tak usahlah dunia, negeri ini, bahkan dari satu orang saja di dunia ini, tak perlulah Tuhan ciptakan neraka.
Yang boleh putus asa hanya iblis, karna Tuhan jelas tidak mengizinkannya masuk surga. Pun iblis tidak putus asa. Dia malah lebih kuat dan pantang menyerah dibanding manusia. Manusia tidak boleh putus asa, apalagi di negeri yang katanya segala ada.

Tawa polos kebodohan, ada. Tawa getir ketidakberdayaan, ada. Tawa besar kemunafikan, ada. Tawa keras kelicikan, ada. Negeri ini kenal segala jenis tawa. Tawa orang yang kehilangan kursinya. Tawa orang yang ingin kursi pengganti. Tawa orang yang membodoh-bodohkan pembeli kursi. Tawa pembuat kursi yang getir karna kursinya kalah dengan kursi Mr. Stranger. Segala jenis tawa.

Tentang air mata? Entahlah.
Penghuni negeri ini sudah ahli menyembunyikan air mata di belakang tawa, juga sebaliknya.
semua berlomba mencari simpati, seakan orang lain memanglah perduli.

Jakarta, 2012.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

wooow, tulisan kamu tersangar dan tercerdas yg pernah saya baca